Hari kelima level 11
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum…
Sudah masuk hari ke lima, tapi presentasinya masih yang ke empat, karena ada jeda di hari minggu kemarin. Tema yang diambil oleh kelompok delapan sangat menarik yaitu Mengupas kembali seks dengan gender dan bagaimana menjaga anak dari penyimpangan fitrah seksualitas,
- Pengertian Seks dan Gender
Seks dapat diartikan sebagai Jenis Kelamin Biologis Gender diartikan sebagai jenis kelamin sosial - Penyimpangan Seksual
Segala bentuk aktivitas seksual yang dilakukan untuk mendapatkan kenikmatan sesksual dengan cara yang tidak sewajarnya (dari berbagai sumber)
- Jenis Penyimpangan Seksual
1. Perzinaan
2. Perkosaan
3. Pelacuran
4. Homoseksual Lesbianisme
5. Pedofilia
6. Transvetisme (Waria)
7. Seks dubur (sodomi)
8. Onani/Mastrubasi
9. Pamer Alat Vital Pengintip (Voyeurisme)
10. Hubungan intim sedarah (Insestus)
11. Seks dengan kekerasan (sadisme)
12. Fetikhisme (pecinta bagian tubuh atau benda mati) Pecinta Mayat (Nekrofilia)
13. Seks segitiga (Troilisme)
14. Seks dengan hewan (Bestialitas) - Penyebab Penyimpangan Seksual
Faktor Internal
• Kelainan Fisik sejak lahir
• Kelainan Pengaruh Obat
• Problem Emosional
Faktor Eksternal
• Lingkungan Keluarga (informasi tentang pendidikan seks tidak didapatkan langsung dari keluarga karena dianggap tabu, sehingga anak mencari diam diam)
• Lingkungan Sosial (pergaulan yang bebas dan tontonan yang tidak mendidik)
• Lingkungan Sekolah (kurangnya kurikulum sekolah yang mensosiaisaikan tentang moral dan pendidikan seks, sekolah umumnya menitik beratkan pada pendidikan intelektual/IPTEK) - Akibat
• Kehamilan di luar nikah (yang apabila dibedah juga rentetannya akan panjang)
• Aborsi
• Perasaan bersalah
• Emosi tidak stabil
• Meresahkan masyarakat
• Penyakit menular seksual - Cara Mencegah Penyimpangan Seksual Pendidikan seks yang dilakukan dalam hal ini adalah dengan memberikan materimateri terkait dengan seks, diantaranya:
• Memberikan pelajaran tentang perbedaan jenis kelamin (bentuk tubuh dan fungsinya).
• Memberikan pemahaman tentang cara bersikap dan bergaul dengan lawan jenis atau sejenis (yang dibolehkan atau tidak).
• Memberikan pemahaman tentang bentuk-bentuk penyimpangan seksual.
• Mampu membedakan mana penyimpangan, pelecehan, atau kekerasan seksual, dan mana yang bukan.
• Mencegah agar anak tidak menjadi korban, atau bahkan pelaku penyimpangan, pelecehan, dan atau kekerasan seksual.
• Menumbuhkan sikap berani untuk memberitahukan kepada orangtua/guru apabila terjadi atau menjadi korban penyimpangan, pelecehan, dan atau kekerasan seksual.
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang beriman, yaitu orang yang khusu’ dalam sholatnya, menjauhkan diri dari perkataan dan perbuatan yang tidak berguna, orang yang menunaikan zakat dan yang MENJAGA KEMALUANNYA. (Q.S Al Mu’minum 1-5)“
Karena tema yang diusung sangat menarik maka berbagai macam pertanyaan pun hadir dari teman-teman di kelas bunsay. Dan jawaban yang disampaikan pun cukup jelas..berikut pertanyaan-pertanyaan yang ditempatkan dari peserta diskusi kelas bunsay.
Sesi Tanya Jawab:
Pertanyaan ke 1
Bagaimana contoh penyimpangan seksual yang disebabkan oleh kelainan fisik sejak lahir dan bagaimana cara mengatasinya?
Jawaban :
Ciri2nya tidak bisa dilihat dari fisik luar secara umum (gay pun bisa bergaya maskulin)
Lebih karena disebabkan oleh kelainan fisik di dalam jasmani :
- Ketidaknormalan hormon.
- kelainan syaraf di otak
Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang memiliki perilaku seksual yang menyimpang atau parafilia.
Sebagian ahli berpendapat bahwa kelainan perilaku seksual disebabkan oleh trauma masa kecil, seperti pelecehan seksual. Ada pula yang mengatakan bahwa kondisi ini disebabkan oleh kelainan saraf di otak.
Atas dasar itu, perilaku menyimpang seksual biasanya ditangani dengan konseling dan terapi untuk mengubah perilakunya. Obat juga bisa digunakan untuk membantu proses itu. Sebab, tak menutup kemungkinan jika seseorang memiliki lebih dari satu perilaku seksual yang menyimpang.
Perilaku menyimpang ini perlu mendapat penanganan dengan segera, sebelum pelakunya menyakiti diri sendiri atau menimbulkan masalah hukum.
Sebab, di berbagai negara, beberapa jenis perilaku menyimpang seksual dianggap tindakan kriminal dan dapat dijatuhi hukuman pidana.
Seperti dijelaskan juga oleh Susan Noelen Hoeksema dalam bukunya Abnormal Psychology, lebih dari 90 persen penderita paraphilia adalah pria. Hal ini tampaknya berkaitan dengan penyebab paraphilia yang meliputi pelampiasan dorongan agresif atau permusuhan, yang lebih mungkin terjadi pada pria daripada wanita.
Penelitian-penelitian yang mencoba menemukan adanya ketidaknormalan testoteron ataupun hormon-hormon lainnya sebagai penyebab paraphilia, menunjukkan hasil tidak konsisten. Artinya, kecil kemungkinan paraphilia disebabkan ketidaknormalan hormon seks pria atau hormon lainnya.
Di sisi lain, penyalahgunaan obat dan alkohol ditemukan sangat umum terjadi pada penderita paraphilia. Obat-obatan tertentu tampaknya memungkinkan penderita paraphilia melepaskan fantasi tanpa hambatan dari kesadaran.
Paraphilia menurut perspektif teori perilaku merupakan hasil pengondisian klasik. Contohnya, berkembangnya bestialiti mungkin terjadi sebagai berikut: Seorang remaja laki-laki melakukan masturbasi dan memperhatikan gambar kuda di dinding. Dengan demikian mungkin berkembang keinginan untuk melakukan hubungan seks dengan kuda, dan menjadi sangat bergairah dengan fantasi demikian.
Hal ini terjadi berulang-ulang dan bila fantasi tersebut berasosiasi secara kuat dengan dorongan seksualnya, mungkin ia mulai bertindak di luar fantasi dan mengembangkan bestilialiti
Bagaimana contoh penyimpangan seksual yang disebabkan oleh kelainan fisik sejak lahir dan bagaimana cara mengatasinya?
Jawaban :
Ciri2nya tidak bisa dilihat dari fisik luar secara umum (gay pun bisa bergaya maskulin)
Lebih karena disebabkan oleh kelainan fisik di dalam jasmani :
- Ketidaknormalan hormon.
- kelainan syaraf di otak
Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang memiliki perilaku seksual yang menyimpang atau parafilia.
Sebagian ahli berpendapat bahwa kelainan perilaku seksual disebabkan oleh trauma masa kecil, seperti pelecehan seksual. Ada pula yang mengatakan bahwa kondisi ini disebabkan oleh kelainan saraf di otak.
Atas dasar itu, perilaku menyimpang seksual biasanya ditangani dengan konseling dan terapi untuk mengubah perilakunya. Obat juga bisa digunakan untuk membantu proses itu. Sebab, tak menutup kemungkinan jika seseorang memiliki lebih dari satu perilaku seksual yang menyimpang.
Perilaku menyimpang ini perlu mendapat penanganan dengan segera, sebelum pelakunya menyakiti diri sendiri atau menimbulkan masalah hukum.
Sebab, di berbagai negara, beberapa jenis perilaku menyimpang seksual dianggap tindakan kriminal dan dapat dijatuhi hukuman pidana.
Seperti dijelaskan juga oleh Susan Noelen Hoeksema dalam bukunya Abnormal Psychology, lebih dari 90 persen penderita paraphilia adalah pria. Hal ini tampaknya berkaitan dengan penyebab paraphilia yang meliputi pelampiasan dorongan agresif atau permusuhan, yang lebih mungkin terjadi pada pria daripada wanita.
Penelitian-penelitian yang mencoba menemukan adanya ketidaknormalan testoteron ataupun hormon-hormon lainnya sebagai penyebab paraphilia, menunjukkan hasil tidak konsisten. Artinya, kecil kemungkinan paraphilia disebabkan ketidaknormalan hormon seks pria atau hormon lainnya.
Di sisi lain, penyalahgunaan obat dan alkohol ditemukan sangat umum terjadi pada penderita paraphilia. Obat-obatan tertentu tampaknya memungkinkan penderita paraphilia melepaskan fantasi tanpa hambatan dari kesadaran.
Paraphilia menurut perspektif teori perilaku merupakan hasil pengondisian klasik. Contohnya, berkembangnya bestialiti mungkin terjadi sebagai berikut: Seorang remaja laki-laki melakukan masturbasi dan memperhatikan gambar kuda di dinding. Dengan demikian mungkin berkembang keinginan untuk melakukan hubungan seks dengan kuda, dan menjadi sangat bergairah dengan fantasi demikian.
Hal ini terjadi berulang-ulang dan bila fantasi tersebut berasosiasi secara kuat dengan dorongan seksualnya, mungkin ia mulai bertindak di luar fantasi dan mengembangkan bestilialiti
Pertanyaan ke 2
Di point no 8 penyimpangan seksual itu apa maksudnya yah? Apakah sama dengan yg suka pamerin kemaluannya (ekshibisionis) ?
Jawaban :
Beda..
1. Ekshibisionisme: mempertunjukkan alat kelamin kepada orang yang tidak dikenal untuk mendapatkan kenikmatan seksual.
Veyourisme: kenikmatan seksual dengan mengintip orang lain yang sedang mengganti atau menanggalkan pakaiannya, telanjang, atau sedang beraktivitas seksual
Pertanyaan ke 3:
Bagaimana cara menangani pelaku kajahatan anak yang masih di bawah umur ? Misal seorang bocah 10 th mencabuli teman sekelasnya. Pernah denger berita ini.
jawaban :
Untuk menangani pelaku kejahatan seksual di bawah umur, kita perlu mengetahui penyebabnya terlebih dahulu
Berdasarkan beberapa riset, penyimpangan seksual oleh anak di bawah umur bisa dari hal2 berikut :
1. kerusakan lingkungan tempat anak-anak tersebut tinggal. Bisa jadi, anak-anak yang menjadi pelaku pada contoh kasus di Jatinegara & Salatiga pernah menjadi korban, atau setidaknya pernah melihat orang dewasa melakukan tindakan pornografi untuk memenuhi kebutuhan seks dengan melihat gambar porno, cabul, atau membaca cerita-cerita porno.
Jika sudah seperti ini, hal ini bukan lagi soal mengajari anak-anak tentang bagian tubuh mana yang tidak/boleh disentuh atau dilihat orang lain, tetapi harus lebih dari itu. Sebab, jika dipaksa, apalah arti mengatakan tidak.
2. Kedua orang tua bekerja, sehingga tidak ada pantauan utk gadget dan media sosial yang membuat manusia terasing, tontonan TV yang menjadikan bullying, umpatan dan kata-kata kotor sebagai candaan, pornografi, apatisme sosial, egoisme, rendahnya mutu pendidikan, serta tidak berjalannya kebijakan pemerintah turut menyumbang perilaku menyimpang tersebut.
Mereka adalah anak-anak yang mengalami *BLAST* (Bored-Bosan, Lonely-Kesepian, Angry-Marah, Afraid-Takut, Stress-Stres, Tired-Lelah). Mereka dipaksa mampu baca tulis hitung sejak usia sangat kecil, perhatian orangtua hanya pada pelajaran semata, beban pelajaran sangat berat, belum lagi jika mengalami kekerasan di sekolah. Mereka kesepian, tidak tahu harus curhat pada siapa, wajar jika anak merasa stress. Akhirnya mereka mencari kegiatan yang membuatnya senang dan kebanyakan mereka menghabiskan waktunya dengan handphonenya. Handphone telah menjadi orangtua pengganti bagi mereka.
*Saran untuk menyikapi kasus tsb :*
1. Bagi pelaku Program Studi/ praktisi
Diharapkan sekiranya ada mahasiswa/ Praktisi/ akademisi/ tenaga medis yang tertarik untuk memberikan konseling
secara intensif terhadap kasus yang
serupa.
2. Bagi Masyarakat Luas
Diharapkan mampu memberikan sedikit
informasi kepada masyarakat luas
dan secara khusus kepada keluarga-keluarga supaya lebih memperhatikan anak dalam berperilaku dan bergaul.
Contohnya bagaimana perilaku bergaul dan apa saja yang dilakukan anak ketika di
sekolah, di rumah ataupun selama berada diluar ketika bermain dengan teman-temannya. Apa saja yang mereka lakukan dan dengan siapa saja mereka bermain. Sehingga tidak akan ada lagi kasus yang serupa.
Apabila ada kasus yang serupa, diharapkan orang tua mampu memberikan pengertian dan penjelasan terhadap anak-anaknya tentang benar atau tidaknya hal tersebut.
3. Bagi Sekolah
Diharapkan sekolah mampu memantau lebih dalam perkembangan serta perilaku
subjek ketika berada di sekolah. Sehingga dapat meminimalisir kejadian atau kasus
yang serupa atau perilaku asusila yang lainnya
4. Bagi siswa
Diharapkan kasus yang menimpa subjek dapat dijadikan sebuah pelajaran dan juga
contoh perilaku yang tidak baik dan
tidak pantas ditiru sehingga siswa-
siswa dapat belajar dan lebih berhati- hati dalam bersikap dan juga berperilaku.
5. Bagi Orang Tua
Diharapkan orang tua
dapat lebih mengawasi perkembangan anak.
Dengan siapa dia bermain, apa yang dia
lakukan, tayangan apa yang sering di lihat.
Serta bagaimana perilakunya ketika berada
di sekolah. Dan juga diharapkan orang tua
lebih memperhatikan apa yang akan orang
tua lakukan dan katakan karena anak bisa
saja mencontoh semua perilaku dan kata-
kata yang orang tua ucapkan dan lakukan.
6. Adanya sanksi yang tegas
Jika memang perbuatan yang dilakukan oleh anak laki-laki dan perempuan itu berupa perbuatan cabul yang diawali dengan rayuan terlebih dahulu maka perbuatan tersebut melanggar Pasal 76E UU 35/2014 yang menyatakan:
“Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.”
Hukuman atas perbuatan tersebut diatur dalam Pasal 82 UU 35/2014 sebagai berikut:
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dari rumusan pasal di atas terlihat bahwa tidak ada keharusan bahwa tindakan pidana tersebut harus dilaporkan oleh korbannya. Dengan demikian, delik pencabulan terhadap anak merupakan delik biasa, bukan delik aduan. Oleh karena itu, orang lain boleh melaporkan kejadian ini.
Perlu diketahui pula bahwa dalam pasal tersebut tidak diatur mengenai siapa yang melakukan tindakan pidana tersebut, apakah orang yang sudah dewasa atau anak-anak. Oleh karena itu, anak-anak pun dapat dipidana berdasarkan pasal ini.
Nah..dari pertanyaan di atas bisa dilihat apa saja penyebab dari beberapa penyimpangan seksualitas termasuk menjadi warning buat kita para ibu untuk melawan arus..Maka dari itu seorang ibu harus cerdas, karena ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya.
#day5
#fitrahseksualitas
#level11
Komentar
Posting Komentar