Sapih
Bismillah
Part 1
"Disapih ya bu…"
Bug..rasanya dada ini serasa di hantam bertubi-tubi, Ya allah apalagi ini, ujian kesabaran yang mana lagikah ini?. Apa aku tidak boleh menunaikan kewajibanku dan memberikan haknya untuk tetap menyusui hingga usianya dua tahun (aku kerap melontarkan pertanyaan dalam hati serasa Rabb ku mendengar ucapanku)
Aku terdiam tak berani menjawab perkataan sang dokter. Dialah dokter gizi anak yang sedang memantau tumbuh kembang Mafaza, bidadari kecil yang selalu memberikan ladang pahala untuk kedua orangtuanya.
Perlahan aku memberanikan diri membuka suara setelah terdiam terpaku mendengar ucapannya.
"Kenapa dok?"
Mungkin dokternya bingung melihat ekspresi mukaku yang menunjukkan rasa ketidaksukaanku terhadap keputusannya.
"Iya ini dia harus di sapih biar bisa tumbuh, biar dia mau minum sufornya lebih banyak, karena dua tahun pertama adalah waktu dia untuk tumbuh dengan nutrisi yang cukup"
Aku menghela nafas sambil mendengarkan beliau berbicara.
"Klo ibu mau dia makan yang banyak dan minum sufor yang banyak, ibu harus tega"
Ya allah dok, apa dokter tahu bahwa aku sudah berusaha dari kemarin-kemarin mengikuti jadwal makan yang dokter berikan, namun semakin dia besar semakin sulit untuk mengalihkan perhatiannya agar membatasi frekuensi menyusunya.
"Saya sudah berusaha dok, saya pun sudah membuat variasi makanan, dan dia pun sudah saya berikan sufor yang tinggi kalori, dua bulan yang lalu dia pun BB naik drastis dok, ini dia turun karena dia sakit dan seminggu gak mau makan sama sekali"
Aku berusaha menjelaskan penyebab BB faza turun, dan mencoba berdamai dengan dokternya agar dia tidak memaksaku untuk menyapih faza sesegara mungkin. Aku masih berharap bisa memberikan haknya agar tetap dapat mengASIhi selama dua tahun.
"Ya sudah, ini saya buatkan jadwal yang baru, dan dia boleh dapat ASI setelah dia makan, selebihnya diberikan sufor dengan takaran yang baru supaya BB nya naik bagus"
Saya mengangguk melihat jadwal makan yang baru dengan komposisi sufor harus diberikan sebanyak 10 botol perhari dengan takaran yang lebih padat dari jumlah takaran yang terdapat dalam kemasan sufor tersebut.
"Kalau ibu gak tega, selama dua tahun nutrisinya tidak terpenuhi, ini akan berpengaruh pada perkembangan otaknya, yang harusnya dia menjadi anak yang pintar sekali, menjadi pintar aja, yang harusnya jadi anak pintar dia jadi biasa-biasa saja" Ini adalah kalimat yang selalu beliau ucapkan selama 4 kali pertemuanku dengannya. Ya Rabb, aku tidak mau berandai-andai, tetap berhusnudzan sama Engkau Rabbuna. Berusaha agar lisan selalu mengucap hal yang positif, Faza sehat terus ya nak..Faza salihah yaa..Faza pinter yaa..tak henti bibir ini kerap berucap seperti ini, menjadikannya sebuah doa dengan tetap melakukan ikhtiar secara maksimal.
"Iya dok, saya paham"
Kemudian beliau meminta untuk membaringkan Faza di tempat tidur untuk diukur TB dan BB nya, selang beberapa saat setelah beliau membaca kurva pertumbuhan BB. Beliau mengatakan "Gak stunting kok ini gak stunting"
"Alhamdulillah" tak henti-hentinya aku mengucap syukur, karena nikmat sekecil apapun harus disyukuri agar kelak Allah tambahkan dengan nikmat-nikmat lainnya.
"Iya dok alhamdulillah juga perkembangan motorik kasar dan halusnya juga bagus kok dok"
"Oh..sudah bisa berdiri-berdirikah dia?"
"Sudah bisa lari dok, bukan berdiri lagi"
Ekspresi beliau berubah dan tersenyum, sambil menulis di lembar status pasien
"Berarti umur dia saat ini baru 1 tahun 2 bulan 3 minggu ya berarti, prematur 35 minggu kan?"
"Iya dok"
"Okee..peer nya tinggal BB nya saja berarti, supaya dia bisa tumbuh dan berkembang, karena kalau ibu masih terus menuruti keinginannya untuk ASI dan jatuhnya mentil sama ibu, ibu ketemu sama saya tiap hari juga saya gak bisa nolong, percuma"
Aku mengangguk menandakan aku paham dengan segala yang beliau utarakan, tapi dalam hati bergejolak, bingung untuk memutuskan apakah aku harus benar-benar menghentikan haknya?. Satu jam sudah waktu konsultasi kami, dan kami pun keluar, dan ibuku pun memintaku untuk menuruti dokter bahwa aku harus segera menyapih Faza. Akupun tak membalas ucapannya karena saat ini aku harus berdamai dengan hatiku dulu, memikirkan yang terbaik untuk kami berdua. Karena aku ingin meyapihnya dengan tanpa memaksanya.
Biarlah nanti aku mengadu kepada Rabb ku, meminta yang terbaik atas segala yang baik, karena sebaik-baiknya pemberi keputusan hanyalah Allah Azza Wa Jalla.
--------------------------------
Bismillah
Permulaan menulis cerita tentang perjuangan saya dalam melahirkan Mafaza, bayi kecil yang harus dilahirkan secara prematur karena kekurangan nutrisi di dalam kandungan.
Part 1
"Disapih ya bu…"
Bug..rasanya dada ini serasa di hantam bertubi-tubi, Ya allah apalagi ini, ujian kesabaran yang mana lagikah ini?. Apa aku tidak boleh menunaikan kewajibanku dan memberikan haknya untuk tetap menyusui hingga usianya dua tahun (aku kerap melontarkan pertanyaan dalam hati serasa Rabb ku mendengar ucapanku)
Aku terdiam tak berani menjawab perkataan sang dokter. Dialah dokter gizi anak yang sedang memantau tumbuh kembang Mafaza, bidadari kecil yang selalu memberikan ladang pahala untuk kedua orangtuanya.
Perlahan aku memberanikan diri membuka suara setelah terdiam terpaku mendengar ucapannya.
"Kenapa dok?"
Mungkin dokternya bingung melihat ekspresi mukaku yang menunjukkan rasa ketidaksukaanku terhadap keputusannya.
"Iya ini dia harus di sapih biar bisa tumbuh, biar dia mau minum sufornya lebih banyak, karena dua tahun pertama adalah waktu dia untuk tumbuh dengan nutrisi yang cukup"
Aku menghela nafas sambil mendengarkan beliau berbicara.
"Klo ibu mau dia makan yang banyak dan minum sufor yang banyak, ibu harus tega"
Ya allah dok, apa dokter tahu bahwa aku sudah berusaha dari kemarin-kemarin mengikuti jadwal makan yang dokter berikan, namun semakin dia besar semakin sulit untuk mengalihkan perhatiannya agar membatasi frekuensi menyusunya.
"Saya sudah berusaha dok, saya pun sudah membuat variasi makanan, dan dia pun sudah saya berikan sufor yang tinggi kalori, dua bulan yang lalu dia pun BB naik drastis dok, ini dia turun karena dia sakit dan seminggu gak mau makan sama sekali"
Aku berusaha menjelaskan penyebab BB faza turun, dan mencoba berdamai dengan dokternya agar dia tidak memaksaku untuk menyapih faza sesegara mungkin. Aku masih berharap bisa memberikan haknya agar tetap dapat mengASIhi selama dua tahun.
"Ya sudah, ini saya buatkan jadwal yang baru, dan dia boleh dapat ASI setelah dia makan, selebihnya diberikan sufor dengan takaran yang baru supaya BB nya naik bagus"
Saya mengangguk melihat jadwal makan yang baru dengan komposisi sufor harus diberikan sebanyak 10 botol perhari dengan takaran yang lebih padat dari jumlah takaran yang terdapat dalam kemasan sufor tersebut.
"Kalau ibu gak tega, selama dua tahun nutrisinya tidak terpenuhi, ini akan berpengaruh pada perkembangan otaknya, yang harusnya dia menjadi anak yang pintar sekali, menjadi pintar aja, yang harusnya jadi anak pintar dia jadi biasa-biasa saja" Ini adalah kalimat yang selalu beliau ucapkan selama 4 kali pertemuanku dengannya. Ya Rabb, aku tidak mau berandai-andai, tetap berhusnudzan sama Engkau Rabbuna. Berusaha agar lisan selalu mengucap hal yang positif, Faza sehat terus ya nak..Faza salihah yaa..Faza pinter yaa..tak henti bibir ini kerap berucap seperti ini, menjadikannya sebuah doa dengan tetap melakukan ikhtiar secara maksimal.
"Iya dok, saya paham"
Kemudian beliau meminta untuk membaringkan Faza di tempat tidur untuk diukur TB dan BB nya, selang beberapa saat setelah beliau membaca kurva pertumbuhan BB. Beliau mengatakan "Gak stunting kok ini gak stunting"
"Alhamdulillah" tak henti-hentinya aku mengucap syukur, karena nikmat sekecil apapun harus disyukuri agar kelak Allah tambahkan dengan nikmat-nikmat lainnya.
"Iya dok alhamdulillah juga perkembangan motorik kasar dan halusnya juga bagus kok dok"
"Oh..sudah bisa berdiri-berdirikah dia?"
"Sudah bisa lari dok, bukan berdiri lagi"
Ekspresi beliau berubah dan tersenyum, sambil menulis di lembar status pasien
"Berarti umur dia saat ini baru 1 tahun 2 bulan 3 minggu ya berarti, prematur 35 minggu kan?"
"Iya dok"
"Okee..peer nya tinggal BB nya saja berarti, supaya dia bisa tumbuh dan berkembang, karena kalau ibu masih terus menuruti keinginannya untuk ASI dan jatuhnya mentil sama ibu, ibu ketemu sama saya tiap hari juga saya gak bisa nolong, percuma"
Aku mengangguk menandakan aku paham dengan segala yang beliau utarakan, tapi dalam hati bergejolak, bingung untuk memutuskan apakah aku harus benar-benar menghentikan haknya?. Satu jam sudah waktu konsultasi kami, dan kami pun keluar, dan ibuku pun memintaku untuk menuruti dokter bahwa aku harus segera menyapih Faza. Akupun tak membalas ucapannya karena saat ini aku harus berdamai dengan hatiku dulu, memikirkan yang terbaik untuk kami berdua. Karena aku ingin meyapihnya dengan tanpa memaksanya.
Biarlah nanti aku mengadu kepada Rabb ku, meminta yang terbaik atas segala yang baik, karena sebaik-baiknya pemberi keputusan hanyalah Allah Azza Wa Jalla.
--------------------------------
Bismillah
Permulaan menulis cerita tentang perjuangan saya dalam melahirkan Mafaza, bayi kecil yang harus dilahirkan secara prematur karena kekurangan nutrisi di dalam kandungan.
Komentar
Posting Komentar