Janin meninggal dalam kandungan


Sedikit berbagi pengalaman tentang kematian bayiku di dalam kandungan.
Saya tidak pernah menyangka akan memiliki kesempatan seperti ibu yang lainnya merasakan arti sebuah kehilangan, kehilangan buah hati yang sekian lama ditunggu, diharapkan namun saya belum diberikan kesempatan untuk bisa menggendongnya memeluknya bahkan menciumnya.
Dari awal kehamilan semua biasa saja, dia tetap tumbuh dengan baik walau asma saya pernah anfal dua kali di pada trimester satu dan dua.
Namun di trimester ketiga dia sudah ada indikasi perkembangannya terlambat dari berat badan yg kurang dari batas normal. Awalnya hanya kurang 100 gr di usia kehamilan 29 minggu, namun dari hasi usg tidak menunjukkan ada indikasi kelainan terhadap janin, saya hanya diminta untuk memperbanyak konsumsi makan lebih dari biasanya, dan itu pun saya lakukan dengan sekuat tenaga. Sampai akhirnya saya kontrol di usia kandungan 32 minggu dan mendapati bayi saya selama kurang lebih 3 minggu hanya naik 120 gram yang seharusnya beratnya sudah mencapai 1700-1800 gr, dan lagi2 hasil usg tdk menunjukkan adanya kelainan, akhirnya saya melakukan second opinion dengan pindah dokter dan melakukan usg 4 dimensi dgn harapan menemukan indikasi lainnya dari usg 4 dimensi tapi ternyata tidak juga dan diagnosa pun sama, saya tetap diminta untuk konsumsi protein dan karbo lbh banyak untuk memdongkrak berat janin saya.  Dan itu pun saya lakukan dengan sepenuh hati demi janin saya. Hingga akhirnya di usia kehamilan 34 minggu saya merasakan perut saya kontraksi dan bodohnya saya, saya menganggapnya itu bukan kontraksi melainkan gerakan bayi, ini memang bukan kehamilan saya yang pertama, saya memang sudah merasa aneh kok gerakannya tidak seperti kakaknya ya, tapi say masih berfikir, mungkin karena jenis kelaminnya berbeda, akhirnya pas saat jadwal kontrol dokter saya bilamg bahwa sudah tidak ada gerakan dan jantungnya pun sudah tidak ada denyutnya dari hasil usg.
Tidak menyerah dengan hasil usg saya pun tes ulang dengan rekam jantung dan lagi2 hasilnya sama, jantungnya sudah tidak berdetak lagi, saya pun lemas dan menangis sejadi-jadinya karena dokter tidak bisa menemukan penyebab kematian janin saya sampai saya melahirkan nanti.
Akhirnya saya dan keluarga memutuskan untuk segera melakukan tindakan karena mengingat janin saya sudah meninggal dua hari yang lalu.
Saya berjuang untuk melakukan proses melahirkan normal walau saya pernah sc dan memiliki riwayat asma dengan proses induksi balon kateter. Saya pun bisa melahirkan normal dan betapa terkejutnya ketika dokter melihat ari-ari saya ada yg terplintir, tepat sesuai dugaan dokter saya sebelumnya, dan hal ini memang tdk bisa diindikasi meski lewat usg 4 dimensi sekalipun. Namun ternyata bukan itu saja penyebabnya, ada infeksi dalam ari-ari saya melihat ada pendarahan dan sudah rapuh lalu saya di tanya apakah saya mengalami keputihan, lalu saya jawab iya, dan dokter mengatakan seharusnya ibu hamil tidak mengalami keputihan dan itu berbahaya berbahaya terhadap janin. Tambah saya terpuruk dan semakin merasa bersalah, dan berfikir kok ada ya ibu yamg begonya seperti saya, setiap kontrol selalu mengatakan tidak ada keluhan, padahal jelas2 ada keluhan. Ini merupakan pelajaran yg sangat berharga buat saya, dan mungkin untuk gambaran ibu2 lainnya. Sehigga tidak ada yang mengalami seperti saya.
Perjuangan saya belum selesai, karena saya shock akhirnya saya mengalami pendarahan hebat dan mengharuskan saya untuk melakukan kuret karena masih ada sisa selaput ari2 yang harus dibersihkan karena itu tadi ari2 sdh rapuh dan harus dikuret.
Rasanya antara hidup dan mati bahkan saya sudah kebayang saya gak akan kuat, tp dokter kasih semangat saya dan mengingatkan saya thd kakaknya yg masih membutuhkan saya, dan akhirnya saya bisa bangkit dan melewati proses ini semua dengan lancar.
Mungkin ini pengalaman yang saya bisa bagi, mudah2an bermanfaat.

Komentar

Postingan Populer